Perang Konvoi: Perang Mencegah Sekutu Menuju Bandung (1945-1946)
Perang yang terjadi pada Desember 1945-Maret 1946 di kawasan
Sukabumi-perbatasan Cianjur Bandung adalah sebuah upaya para pejuang Bandung
untuk mempertahankan wilayahnya dan memberikan balasan kepada sekutu yang bebal
dan tidak mau menuruti persyaratan yang diajukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Semuanya dimulai pada 21 November Sekutu
memberikan perbekalan kepada tawanan di Bandung dengan menggunakan kereta api
melalui jalur Cikampek tanpa adanya kordinasi dengan TKR (Tentara Keamanan
Rakyat). Karena itu kereta api itu di hadang oleh Resimen 5 Cikampek dan
menanyakan surat izin dari pemerintah Indonesia. Tetapi para tentara itu malah
enggan menunjukkan surat izinnya dan malah berkata-kata sombong. Letnan Priatna
yang mencegah pasukan sekutu pada saat itu malah adu mulut dengan sang letnan
pasukan sekutu. Pertempuran ini pun terjadi
pada saat itu dikarenakan adanya sebuah ledakan di belakang kereta dan
pertempuran pun dimulai. Akibat pertempuran itu pasukan sekutu yang terdiri
dari pasukan gurka hanya tersisa 4 orang dan akhirnya ditawan oleh pasukan
Resimen 5.
Gambar 1 Monumen Palagan Perjuangan 1945
Bojongkokosan
Sumber:
Kompasiana.com
Penghadangan
yang terjadi di pada tanggal 21 November membuat pasukan AFNEI Sekutu mengambil
jalur Alternatif darat dengan jalur melalui Bogor, Sukabumi, Cianjur karena
dinilai lebih aman. Tetapi
Sekutu tidak melakukan kordinasi dengan TKR mengakibatkan malapetaka baru.
Mayor Jenderal Didi Kartasasmita selaku Panglima Komandemen Jawa Barat
mengetahui bahwa Konvoi Sekutu tidak didampingi oleh TKR menjadi marah
dikarenakan Sekutu telah melanggar Perjanjian yang telah dibuat. Mayor Jenderal
Didi Kartasasmita memerintahkan para Komandan Resimen yang wilayahnya dilewati
oleh Konvoi Sekutu diserahkan kembali kebijakannya pada daerah resimennya
masing-masing, bila ingin menyerang Konvoi Sekutu tersebut dipersilakan. Mayor
Jenderal Didi Kartasasmita dan Letnan Kolonel Edi Sukardi menyusun strategi
penyergapan untuk menghadang Konvoi tersebut. Strategi ini disebut dengan
Memukul Tengkuk Ular Berbisa dengan membagi pasukan menjadi 4 Batalion yang
tersebar dijalan Sukabumi-Cianjur dengan taktik perang gerilya dengan Doktrin
“TKR Bersatu Maret” yang artinya Apapun lawannya kita akan mengalahkannya.
Seperti terhadap kota-kota lain yang berada di daerah Jawa Barat, Kota Sukabumi
pun dijadikan salah satu sasaran kedatangan pasukan Sekutu dengan maksud dan
tujuan yang sama, serta dalam rangka mengamankan kelancaran perhubungan jalur
jalan darat antara Bogor-Sukabumi-Cianjur.
Akibat kondisi tersebut maka Komandan Resimen III, Letkol Edi Sukardi
memberikan instruksi untuk berdislokasi pasukan, yaitu: Batalyon yang berkedudukan
di Kota Sukabumi dipindahkan ke luar kota atas dasar strategis dan teknis
pertempuran dengan penempatan pasukan sebagai berikut: Batalyon I bermarkas di Cipetir Cibadak dan
dikomandoi oleh Mayor Yahya Bahram Rangkuti, Batalyon II berpusat di jalan
Pelabuhanratu dan dikomandoi oleh Mayor Heri Sukardi, Mayor Yunus merupakan
komandan pertama Batalyon III, kemudian digantikan oleh Kapten Anwar, yang
ditempatkan di Cibeber Cianjur Selatan. Batalyon IV yang dipimpin Mayor
Abdurahman ditempatkan di Cipoho dengan misi mengawasi Sukabumi Selatan,
sedangkan Kapten Salen Norman memimpin divisi persenjataan resimen, yang
ditempatkan di sebuah pabrik alat berat di wilayah Leuwilisung Barat, setelah
Danrem memimpin.
Berpusat di Cipetir, Batalyon I dikomandani oleh
Mayor Yahya Bahram Rangkuti dan memiliki kekuatan sebagai berikut:
·
Kompi
I berkedudukan di Cimelati Seksi IV dan dipimpin oleh Kapten Teja Sutisna,
Seksi I: dengan Letnan Muda Ajid yang berkedudukan di Tenjoayu Cicurug sebagai
komandan, Seksi II: Di Bendaleutus Sukabumi Bogor, dan dikomandani oleh Letnan
Kalid.
·
Kompi
II: Dikomandani oleh Kapten Kusbini, berkedudukan di benteng dan bertanggung
jawab atas seksi-seksi berikut: Seksi I Letnan Muda Mamad, berkedudukan di SOG,
bertanggung jawab atas seksi ini: Bertugas di Desa Sukamaju, Cibadak, dan
dipimpin oleh Letnan Muda Rahidi.Seksi III: Bertugas di Desa Sukamaju, Cibadak,
dan dipimpin oleh Letnan Muda Rahidi.Seksi IV: Bertugas di Degung, di bawah
komando Letnan Muda Prawoto, yang diwakili oleh Sersan Sahnan, dan bekerja sama
dengan Seksi II, beberapa tentaranya juga ditugaskan di Seksi III di
Ongkrak.
·
Kompi
III: Dikomandani oleh Kapten Murad Idris dari Parungkuda, Seksi I: Komandan
Letnan Dua Muktar, yang ditempatkan di tebing utara Bojongkokosan, Seksi II:
Komandan Letnan Dua D. Kusnadi, yang ditempatkan di tebing selatan
Bojongkokosan.
·
Seksi
III: Komandan Letnan Dua Kosasih yang bermarkas di Parungkuda. Bagian IV: Berbasis di Parungkuda, di bawah
komando Letnan Muda Sukria Bustomi.
·
Kompi
IV yang bermarkas di Cisalak: Kapten W. Kosasih. Seksi I: Bermarkas di Cisalak
dan dipimpin oleh Letnan Muda Dudung: Cisalak dipimpin oleh Letnan Muda
Sukardi.Seksi III: Berpusat di Cipetir Manggala dan dipimpin oleh Letnan Muda
Jumrin. Batalyon ini diberi tugas oleh
Komandan Resimen untuk menghadapi musuh yang berada di luar kompi, yaitu:
menerima perintah dan melaksanakan tugas dari Resimen, dalam keadaan darurat,
mengambil tindakan yang tepat dan memberitahukannya kepada Komandan Resimen.
Gambar
2
Pasukan Konvoi Sekutu menuju
Bandung
Kompasiana.com
Pertempuran ini dimulai di Bojong Kokosan pada 6 Desember
1945 dimana rencana Batalion I sedang menunggu disana dengan sabar. Sebanyak
165 tentara TKR yang bergabung dalam blokade di Bojongkokosan didukung oleh
peralatan tempur yang meliputi senapan granat tangan, beberapa senjata tajam,
termasuk parang, tombak, dan bambu runcing. Selain itu, terdapat granat pembakar berupa botol
bensin yang diisi dengan karet mentah atau krembing. (Wiryono 2010:72-73). Pada
saat konvoi tersebut sampai di daerah Bojongkokosan, tiba-tiba berhenti, karena
terhalang oleh barikade yang dipasang para pejuang. Pada saat itulah Komandan
Kompi, Edi Sukardi memberikan isyarat dengan suara tembakan sebanyak dua kali,
yaitu sebagai tanda dimulainya pertempuran (Wiryono 2010:73). Ledakan dari Tank
Sherman yang menginjak ranjau, Setelah hancur mulailah Pasukan Sekutu dari
Batalyon 59 Judge dari divisi ke-23 India disergap oleh serangan dadakan oleh
para pejuang diatas perbukitan dan hutan. Penyergapan Grilya yang dilakuakan
Pejuang TKR dan Laskar Pejuang membuat Pasukan Sekutu Kocar-kacir dan membuat
iring-iringan konvoi terpenggal dimana konvoi paling belakang masih tertinggal
jauh di wilayah Parungkuda, ini membuat Moral pasukan sekutu menurun.
10 November 1945, sebagai balasan sekutu membom
cibadak dengan 3 pesawat tempur, walaupun serangan itu salah sasaran
dikarenakan di Cibadak tidak ada Pejuang satu pun. Para pejuang Sukabumi harus
menghentikan serangan mereka dan mencari tempat yang aman di dalam benteng
pertahanan mereka karena serangan balasan dari tentara Sekutu yang tak
henti-hentinya. Saat itu, sebuah panser kecil berhenti dengan cepat di depan
salah satu benteng. Ada dua orang di dalam mobil itu. Setelah keluar dari
mobil, salah satu penumpang melihat sekeliling. Mereka tertawa dan merokok
sembarangan, percaya bahwa lingkungannya aman. Komandan Seksi II memberikan
perintah kepada pejuang Sukabumi terdekat untuk menembak tentara Sekutu yang
mengenakan baret hitam setelah mengamati tindakan mereka. Ternyata, tembakan
itu tepat mengenai sasaran, dan tentara baret hitam itu tumbang. Setelah
menyadari bahwa salah satu rekan kerja mereka telah menjadi mangsa, mereka
berusaha membantu. Namun, ketika mereka siap untuk membantu, para pejuang menembaki
mereka, dan menimbulkan korban di tim lawan. (Wiryono 2010:73). Keesokan
harinya Pasukan penolong dikerahkan oleh sekutu dari Batalyon 33 Gurka Riffels,
pasukan ini direncanakan sebagai penolong bagi konvoi yang tertahan di Sukabumi
untuk mengawalnya ke Bandung. Tetapi nasibnya sama saja dengan pasuan
sebelumnya, mereka digempur terus-menerus. Lokasi Pertempuran antra Pasukan
Pejuang dan Gurka terjadi di Ciranjang tepatnya di jembatan Cisaukan, walaupun
digempur oleh pejuang akhirnya pada malam hari pasukan gurka berhasil bergabung
dengan Konvoi. Pasukan Gurka dan Judge enggan melanjutkan perjalanan dan
memilih bertaahan di Kota Sukabumi.
Gambar 3 Pasukan Gurka di Indonesia
Sumber:
Kompasiana.com
Keesokan Harinya Markas Besar Sekutu mengirim
Skuadron 13 Lancer yang diperkuat oleh Pasukan Granider dari Bogor, bantuan
juga datang dari Batalyon 56 Rajputra dari Bandung. Meski adanya bantuan dari
Sekutu tetapi intensitas serangan dari Para Pejuaang tidak menurun. Sekutu
Merubah Taktik untuk bisa melanjutkan misi, dengan membuat pasukan pelindung
dengan melindungi konvoi sekutu. Walaupun dengan strategi tersebut ternyata
masih tidak efektif, sesampainya di bandung mereka mengalami kerugian yang
sangat besar. Amunisi dan perbekalan yang mereka harusnya antarkan ke bandung
hanya terpenuhi setengahnya akibat adanya serangan tersebut. Parlemen Inggris
sampai mengecam Pasukan Inggris yang kalah telak dalam perang tersebut, kecaman
datang dari manamana salah satunya India dan mengatakan bahwa pasukan Inggris
yang berperang pada saat itu mati sia-sia.
Referensi:
Alfazri, M. (2021). DINAMIKA
POLITIK ALLIED FORCES NETHERLANDS EAST INDIES (AFNEI) DALAM PERTEMPURAN KONVOY
SUKABUMI-CIANJUR TAHUN 1945-1946 (Doctoral dissertation, Universitas
Siliwangi).
Ramdani, A. W., &
Santosa, Y. B. P. (2022). Faktor Lingkungan dalam Pertempuran Palangan
Bojongkokosan, 1945. Fajar Historia:
Jurnal Ilmu Sejarah dan Pendidikan, 6(1), 72-86.
Rongowaluyo, H. S. (1978). Wawacan Siliwangi Masa ka Masa. Kemedikbud: Jakarta.
349 Hal
Syarifuddin, K. F. KAJIAN
BUKU: ABDUL HARIS NASUTION (1965)“FUNDAMENTALS OF
GUERRILLA WARFARE”.
Tanjung, A. (2021). Kajian
Literatur: Penerapan Strategi Perang Semesta Dalam Perang Asimetris Yang
Dilakukan Oleh Indonesia. Strategi Perang Semesta, 7(2), 144-160.
Wattimena, A. A. R. (2018).
Bisakah Perang Dihindari. Sejarah, Anatomi Dan Kemungkinan Perang Di Abad, 21.
Wiryono, H. (2010). Pertempuran Convoy
Sukabumi-cianjur 1945-1946. Patanjala:
Journal of Historical and Cultural Research, 2(1), 66-79.
Posting Komentar untuk "Perang Konvoi: Perang Mencegah Sekutu Menuju Bandung (1945-1946)"