DIBALIK KEMENANGAN JENDERAL SUDIRMAN SAAT MENGGUNAKAN STRATEGI SUPIT URANG SEBAGAI TAKTIK JITU DALAM PERTEMPURAN BERSEJARAH AMABARAWA 1945
Pada masa itu, daerah Ambarawa
memiliki arti penting sebagai kota yang krusial dan vital karena perannya
sebagai titik penghubung antara Semarang dan Magelang yang mengarah ke
Yogyakarta. Di Ambarawa terdapat benteng abad ke-19 bernama Willem I, yang
berfungsi sebagai benteng pertahanan di bawah pemerintahan Hindia Belanda.
Selain itu, benteng ini juga digunakan sebagai kamp penahanan bagi warga dan
tentara Jepang yang menjadi tawanan perang. Masalah muncul ketika Sekutu
berusaha untuk menguasai kota Ambarawa yang strategis dan penting dengan menggunakan
alasan untuk melaksanakan tanggung jawab mereka di Indonesia. Akibatnya,
pasukan Sekutu dengan mudah menguasai kota Ambarawa, sehingga memudahkan
pasukan Belanda untuk merebut kembali kekuasaan atas Indonesia.
Gambar 1.
Benteng Wiliam I Ambarawa
Sumber :
Wordpress.com
Insiden ini dimulai di Semarang pada
tanggal 31 Oktober 1945. Sebagai hasil
dari kejadian itu, lebih banyak pasukan dari daerah lain di Jawa Tengah
dikerahkan ke Magelang. Setelah terjadi pertempuran militer, pasukan Inggris
akhirnya dipaksa untuk mundur dan mengambil keputusan untuk mundur dari
Magelang ke Ambarawa. Selama mundurnya pasukan Inggris ini, mereka mendapat
pengawalan dan perlindungan dari angkatan udara. Letnan Kolonel Isdiman
mengeluarkan instruksi kepada seluruh jajaran pasukannya untuk melanjutkan
penyerangan, sehingga pecahlah pertempuran di Ambarawa. Dalam menghadapi
perjuangan tersebut, Soedirman menunjuk Letnan Kolonel Isdiman untuk mengambil
alih komando pasukan.
Namun demikian, pada tanggal 26
November 1945, Letnan Kolonel Isdiman menemui ajalnya akibat serangan musuh
selama konflik berlangsung. Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman semakin mengobarkan
semangat juang TKR, laskar perjuangan, dan para pelajar yang berjuang secara
kolektif di Ambarawa. Konflik ini kemudian disebut sebagai "Pertempuran
Ambarawa" (Tjokropranolo, 1992:55 dalam Ananda 2022 : 10 ).
Gugurnya Letnan Kolonel Isdiman
menjadi dasar bagi Jenderal Soedirman, dalam kapasitasnya sebagai Panglima
Divisi V, untuk segera berangkat ke medan pertempuran dan mengambil alih
komando operasi tempur di Ambarawa. Kedatangan Soedirman menambah semangat para
pejuang untuk terus bertahan melawan musuh.
Pada tanggal 11 Desember 1945, Soedirman memanggil semua komandan
sektor, termasuk Soeharto dan semua komandan laskar, untuk berkumpul dan
membahas rencana strategis untuk membebaskan Ambarawa dari Sekutu/Belanda. Jenderal
Sudirman, pemimpin unit TKR, terkenal dengan kecerdasan, kompetensi, tekad, dan
kebijaksanaannya.
Gambar 2. Bergabungnya
Jenderal Sudirman ke pertempuran Ambarawa
Sumber : Sindonews.com
Kolonel Sudirman melakukan serangan
ke Ambarawa dengan menggunakan strategi perang terkonsentrasi yang melibatkan
semua kekuatan militer dan sipil di Jawa Tengah. TKR berperan sebagai kekuatan
utama, sementara Badan-badan Perjuangan dan Laskar bertindak sebagai kekuatan
cadangan dan pendukung. Selain itu, Kolonel Sudirman mendirikan pusat logistik,
termasuk Dapur Umum, fasilitas komunikasi, dan dukungan kesehatan bagi para
pejuang yang terluka.
Strategi yang digunakan selama
pertempuran Ambarawa. Kolonel Sudirman menggunakan metode Supit Urang. Metode
Supit Urang melibatkan gerakan strategis tentara yang menyerang dari selatan
dan barat, maju menuju Semarang di timur. Selain itu, gerakan ini melibatkan
gerakan menjepit dari lambung kanan dan kiri, mirip dengan cara udang menjepit
mangsanya, dalam skenario ini, kedua ujung capit sejajar kedalam. Kolonel
Sudirman menekankan bahwa tujuan utama dari serangan tersebut adalah untuk
segera mengusir Sekutu dari Ambarawa untuk mencegah kota tersebut menjadi
pangkalan strategis untuk merebut Jawa Tengah.
Gambar 3.
Strategi Supit Urang
Sumber : Historia.id
Sebelum dimulainya serangan umum, TKR
(Tentara Nasional Indonesia) melakukan intervensi terhadap tentara sekutu di
Ambarawa melalui berbagai aksi. Tindakan-tindakan tersebut antara lain
menghancurkan pos-pos sekutu di sepanjang jalan utama Semarang-Ambarawa,
memblokade jalur logistik, menyerang gudang-gudang logistik, mengamankan
kapal-kapal air yang digunakan oleh tentara sekutu, dan melakukan sabotase secara
luas dengan menghambat aliran air ke markas-markas atau kamp-kamp tentara
sekutu dan Belanda. Insiden ini secara luas dianggap sebagai awal pertempuran
di Ambarawa.
Pada tanggal 12 Desember 1945,
seluruh pasukan berkumpul di dekat target. sesuai rencana, dimulainya serangan
umum pembebasan diumumkan dengan letusan dahsyat tepat pukul 04.30 pagi. Kondisi
cuaca di Ambarawa, termasuk hujan lebat dan awan gelap, sangat mendukung
keberhasilan serangan. Serangan dimulai dengan menguasai jalan utama yang
menghubungkan Ambarawa dan Semarang. Langkah strategis ini bertujuan untuk
mengepung pasukan sekutu di Ambarawa, sehingga mereka tidak memiliki banyak
pilihan untuk melarikan diri, karena mereka akan terdesak dari segala arah.
Gambar 4. TKR
berhasil menyerang sekutu NICA
Sumber : Tribunnews.com
Dalam waktu 90 menit setelah serangan
dimulai, pasukan TKR berhasil mengepung dan menjebak musuh di dalam kota
Ambarawa. Satu-satunya jalan keluar yang memungkinkan bagi Sekutu (Inggris)
adalah jalan utama Ambarawa-Semarang. Serangan utama di Ambarawa melibatkan
serangan yang kuat dengan menyerang pasukan dari arah selatan dan barat,
bergerak ke arah timur menuju Semarang. Setelah terobosan, terjadi gerakan
penjepitan serentak dari lambung kanan dan kiri, serta gerakan Supit Urang yang
menjepit korbannya, dengan ujung-ujungnya bertemu di pinggiran kota menuju
Semarang.
Konflik berlangsung selama empat hari
empat malam, dimulai pada tanggal 12 Desember dan berakhir pada tanggal 15
Desember 1945, suasana di Ambarawa dipenuhi asap mesiu, dan suara ledakan
bergema di seluruh kota. Sementara itu, semangat juang TKR semakin meningkat,
sementara pasukan Inggris, NICA, dan Jepang mengalami penurunan kekuatan fisik
dan mental.
Dengan menggunakan strategi dan
taktik pengepungan yang dikenal dengan nama "Supit Urang", pasukan
Sudirman berhasil melancarkan serangan terhadap pasukan Sekutu-NICA dari
Ambarawa dan memaksa mereka mundur ke Semarang. Hal ini secara signifikan
mempengaruhi moral pasukan TKR dan para pejuang lainnya di daerah. Terpilihnya
Soedirman sebagai Panglima Besar Angkatan Darat adalah hasil langsung dari
pencapaian ini.
Gambar 5.
Jenderal Sudirman memasuki Amabarawa setelah mengusir sekutu
Sumber : Kompas.com
Strategi Perang dengan taktik Supit
Urang yang diterapkan oleh Kolonel Sudirman pada Pertempuran Ambarawa membawa
keberhasilan dan kemenangan di pihak TKR, selain karena faktor keunggulan
taktik dan teknik infanteri, keunggulan jumlah personil yang diterjunkan,
manajemen operasi administrasi lapangan logistik dan kesehatan lapangan yang
lebih baik juga keterpaduan operasi dengan melibatkan seluruh komponen bangsa.
Referensi
:
Ananda, D.,
Jaya, W. S., & Hendratama, O. (2022). PENGARUH POLITIK PANGLIMA BESAR
SOEDIRMAN TERHADAP PEMERINTAH RI PADA TAHUN 1945-1950. Palapa: Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, 4(1), 1-15.
Hilal, S.,
Hendra, A., & Legionosuko, T. (2022). Battle of Ambarawa from the
perspective of the universe war strategy. Strategi Perang Semesta, 8(2),
145-154.
Nazara, I.
M. S., & Subaryana, Y. B. (2022). Peran Jenderal Sudirman dalam
Mempertahankan Kemerdekaan pada Tahun 1945-1950. TJANTRIK: Jurnal
Sejarah dan Pendidikan Sejarah, 1(1).
Novirantika,
N., Djono, D., & Pelu, M. (2021). Nilai-Nilai Perjuangan Pertempuran
Ambarawa Sebagai Penguatan Pendidikan Karakter dalam Perencanaan Pembelajaran
Sejarah Indonesia SMA Di Kabupaten Semarang. Candi, 21(1),
83-103.
Riyani, M.
(2012). Peran Jenderal Soedirman dalam Pertempuran Ambarawa Tahun 1945 (Doctoral
dissertation, Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP-UKSW).
Suspurwanto,
J. (2020). Kepemimpinan Strategis Jenderal Sudirman Dalam Pengabdiannya Sebagai
Prajurit Tentara Nasional Indonesia. Strategi Perang Semesta, 6(1).
Posting Komentar untuk "DIBALIK KEMENANGAN JENDERAL SUDIRMAN SAAT MENGGUNAKAN STRATEGI SUPIT URANG SEBAGAI TAKTIK JITU DALAM PERTEMPURAN BERSEJARAH AMABARAWA 1945"